Rabu, 13 Agustus 2025

Jejak yang Terhapus: Ketika Kekuasaan Menghancurkan dan Menghilangkan Sejarah Kerajaan di Indonesia

Sejarah Indonesia mencatat berdirinya berbagai kerajaan dan kesultanan yang pernah berjaya di berbagai wilayah Nusantara. Namun, tidak semua entitas politik ini dapat lestari. Beberapa di antaranya mengalami kehancuran total, bahkan upaya penghapusan jejak sejarahnya. Proses ini sering kali terjadi akibat peperangan, penaklukan oleh kekuatan asing (kolonial), atau kebijakan politik penguasa baru yang ingin menghilangkan memori tentang kekuasaan sebelumnya.

Faktor-faktor Penghancuran dan Penghapusan Sejarah Kerajaan:

  1. Penaklukan oleh Kekuatan Asing (Kolonial):

    • VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie): Kebijakan VOC sering kali bertujuan untuk memonopoli perdagangan dan mengamankan kekuasaan dengan cara menghancurkan kekuatan politik lokal yang dianggap mengancam. Contohnya, meskipun tidak sepenuhnya dihapus dari ingatan, kekuasaan dan pengaruh banyak kesultanan di Maluku (seperti Ternate dan Tidore) sangat diperlemah oleh VOC melalui perjanjian yang merugikan dan intervensi militer.

    • Pemerintah Kolonial Hindia Belanda: Belanda melakukan ekspansi militer besar-besaran di berbagai wilayah Nusantara pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kerajaan-kerajaan yang melakukan perlawanan sengit, seperti Kesultanan Aceh dan Kerajaan Bali, ditaklukkan dengan kekerasan. Meskipun sejarah perlawanan mereka tetap dikenang, struktur kekuasaan tradisional dan simbol-simbol kejayaan mereka banyak yang dihancurkan atau dihilangkan.

  2. Konflik Internal dan Perebutan Kekuasaan:

    • Peperangan antar kerajaan atau perebutan takhta di dalam kerajaan itu sendiri dapat menyebabkan kehancuran fisik dan hilangnya catatan sejarah. Pemenang dalam konflik sering kali berusaha menghapus jejak kekuasaan pihak yang kalah.

  3. Kebijakan Politik Penguasa Baru:

    • Setelah kemerdekaan Indonesia, dalam upaya membangun persatuan nasional dan menghilangkan sisa-sisa feodalisme atau kolonialisme, beberapa simbol atau narasi sejarah kerajaan tertentu mungkin kurang mendapat penekanan atau bahkan diabaikan dalam kurikulum pendidikan dan wacana publik. Meskipun tidak selalu berupa penghancuran fisik total, ini dapat menyebabkan pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan tersebut memudar di kalangan generasi muda.

    • Pada masa Orde Baru, penekanan pada narasi persatuan dan kesatuan nasional yang sentralistik terkadang mengorbankan penggalian mendalam tentang sejarah kerajaan-kerajaan lokal yang beragam.

Contoh Kasus (Meskipun Penghapusan Total Jarang Terjadi):

Penting untuk dicatat bahwa penghapusan sejarah suatu kerajaan secara total sangat sulit dilakukan, karena jejak-jejaknya sering kali masih ada dalam bentuk artefak, bangunan, tradisi lisan, atau catatan eksternal. Namun, ada kasus-kasus di mana upaya untuk melemahkan atau menghilangkan memori tentang suatu kerajaan sangat kuat:

  • Kesultanan Aceh: Setelah perang yang panjang dan berdarah dengan Belanda, Kesultanan Aceh kehilangan kekuasaan politiknya. Banyak simbol-simbol kesultanan dihancurkan, dan narasi sejarah yang dominan pada masa kolonial adalah tentang penaklukan dan "pemadaman pemberontakan". Namun, memori tentang kejayaan dan perlawanan Aceh tetap hidup kuat di masyarakat Aceh.

  • Kerajaan-Kerajaan di Bali: Penaklukan Bali oleh Belanda juga diwarnai dengan kekerasan dan penghancuran simbol-simbol kekuasaan raja-raja Bali. Meskipun demikian, budaya dan tradisi Bali yang kaya tetap lestari, dan ingatan tentang kerajaan-kerajaan tersebut tetap ada.

  • Kerajaan-Kerajaan Kecil yang Terserap Kekuatan Besar: Banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang pada akhirnya ditaklukkan atau bergabung dengan kerajaan yang lebih besar atau kekuatan kolonial. Sejarah mereka mungkin kurang terdokumentasi atau kalah populer dibandingkan sejarah kerajaan-kerajaan besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar